Kontroversi Tewasnya Brigadir Yosua

Ini Penjelasan Kapolri Soal Motif Pembunuhan Brigadir J Usai Ferdy Sambo Ditetapkan Tersangka

Kasus kematian brigadir J atau Brigadir Yosua Hutabarat sudah menunjukkan titik terang. 

INTERNET
Kolase foto Putri Chandrawati dan Irjen Ferdy Sambo 

TRIBUN-MEDAN.com - Kasus kematian brigadir J atau Brigadir Yosua Hutabarat sudah menunjukkan titik terang. 

Sudah ada empat tersangka yang ditetapkan termasuk Irjen Ferdy Sambo sebagai dalang pembunuhan.

Ferdy Sambo disangkakan pasal 340 dengan ancaman hukuman mati. Selain Ferdy Sambo ada tiga tersangka lain, yakni Bharada E, Brigadir RR, dan KM.   

Lalu, apa motif pembunuhan Brigadir J?

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo belum bisa menjelaskan apa motif menghilangkan nyawa Brigadir J.

"Untuk motif masih dalam pendalaman terhadap saksi dan Ibu Putri Candrawathi," kata Listyo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Selasa (9/8/2022).

Menurut Listyo saat ini Timsus dan Propam masih melakukan pemeriksaaan terhadap saksi yang terkait langsung dengan peristiwa pembunuhan Brigadir J.

"Saat ini belum bisa disimpulkan, tapi ini (peran Ferdy Sambo) jadi pemicu utama peristiwa pembunuhan," ujarnya.

Hal yang sama juga diungkap Kapolri terkait dengan peran dan motivasi setumpuk anggota Polri yang terseret kasus pembunuhan Brigadir J

"Tim Propam dan Irsus mendalami, apakah mereka sadar atau atas perintah? Sehingga ini yang akan menjadi dasar kami menjatuhkan putusan pidana atau etik ini akan kami sampaikan di update berikutnya," kata Listyo.

Diberitakan sebelumnya, Listyo menyampaikan, Irjen Ferdy Sambo menjadi tersangka baru kasus kematian Brigadir J.

Dalam peristiwa tersebut, kata Kapolri, tidak ditemukan peristiwa tembak menembak di rumah Ferdy Sambo.

"Ditemukan perkembangan baru bahwa tidak ditemukan fakta peristiwa tembak menembak seperti yang dilaporkan awal," ujarnya.

Kapolri menjelaskan, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E diperintahkan Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.

Bahkan, Ferdy Sambo mengambil senjata milik Brigadir J dan menembak ke dinding agar seolah-olah terjadi baku tembak.

"Tim khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap saudara J yang mengakibatkan saudara J meninggal dunia, yang dilakukan oleh saudara RE atas perintah saudara FS," katanya.

"Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak menembak, saudara FS melakukan penembakan dengan senjata milik saudara J ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah terjadi tembak menembak," jelas Kapolri.

Namun, Listyo belum membeberkan apakah Ferdy Sambo terlibat langsung dalam penembakan Brigadir J.

Sebab, kata Kapolri, pihaknya masih melakukan pendalaman dan pemeriksaan saksi.

"Terkait apakah saudara FS menyuruh atau terlibat langsung dalam penembakan, saat ini tim terus melakukan pendalaman terhadap saksi-saksi dan pihak terkait," ungkapnya.

Atas temuan tersebut, Polri menetapkan Ferdy Sambo sebagai tersangka.

"Tadi pagi dilakukan gelar perkara, dan timsus telah memutuskan untuk menetapkan saudara FS sebagai tersangka," ujar Kapolri.

"Motif terjadinya penembakan tersebut saat ini masih dilakukan pemeriksaan dan pendalaman saksi-saksi," imbuhnya.

Peran Empat Tersangka

Irjen Ferdy Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka dalam pembunuhan Brigadir J atau Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat pada 8 Juli 2022. 

Timsus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menetapkan empat tersangka dalam pembunuhan di Kawasan Duren Tiga, Jakarta Selatan ini. 

Keempat orang tersebut di antaranya Bharada E, Bripka RR, KM, dan Irjen Ferdy Sambo.

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto pun mengungkap peran keempat tersangka.

"Peran Bharada RE melakukan penembakan terhadap korban, Bripka RR turut membantu dan menyaksikan penembakan korban, KM turut membantu dan menyaksikan penembakan korban, dan FS menyuruh melakukan penembakan dan menskenario seolah terjadi penembakan," kata Komjen Agus Andrianto di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2022).

Para tersangka dijerat dengan pasal pembunuhan berencana yakni pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

"Ancaman hukumannya maksimal hukuman mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya 20 tahun," ucapnya.

Sebagai informasi, sebelumnya Timsus Kapolri menetapkan Brigadir Ricky Rizal (RR) dalam kasus tersebut.

Brigadir Ricky merupakan ajudan Istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Dia kini sudah ditahan di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan mulai Minggu (7/8/2022) kemarin.

Dalam kasus ini, Brigadir Ricky disangkakan telah melanggar pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.

Timsus juga sebelumnya telah menetapkan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E sebagai tersangka kasus pembunuhan terhadap Brigadir J.

Bharada E merupakan sopir dari Putri Candrawathi.

Adapun Bharada E dijerat dengan Pasal 338 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP.

Dia juga kini telah mendekam di Rutan Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.

Dalam kasus ini, Inspektorat Khusus (Irsus) pun telah memeriksa 25 personel Polri terkait dugaan ketidakprofesionalan dalam menangani kasus kematian Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.

Rinciannya, 25 personel Polri yang diperiksa adalah seorang jenderal bintang dua, dua jenderal bintang satu, lima Kombes, tiga AKBP, dua Kompol, tujuh perwira pertama, serta bintara dan tamtama sebanyak lima personel.

Di sisi lain, Timsus juga telah menempatkan Irjen Ferdy Sambo ke tempat khusus di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Dia ditahan untuk pemeriksaan lebih lanjut terkait kasus tewasnya Brigadir J.

Bharada Disuruh Menembak

Sebuah pengakuan mengejutkan dari Bharada E sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J.

Melalui kuasa hukum Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Deolipa Yumara mengungkapkan proses saat kliennya itu menembak Brigadir Yoshua atau Brigadir J di kediaman Irjen Ferdy Sambo.

Bharada E, kata Deolipa, hanya menerima perintah dari atasannya untuk 'mengeksekusi' Brigadir J.

Apalagi, Bharada E merupakan prajurit Brimob yang tunduk pada atasannya.

Pasalnya, menurut pengakuannya kepada Deolipa, saat itu Bharada E merasa ketakutan saat menjalankan perintah atasannya itu.

Karena, jika tak melakukan perintah untuk menembak Brihadir J, justru dirinya yang akan 'dieksekusi' oleh atasannya itu.

Hal itu diungkapkan Deolipa saat wawancara khusus dengan Wakil Direktur Pemberitaan Tribun Network Domu Ambarita di kawasan Depok, Jawa Barat, Selasa (9/8/2022).

"Dia mengaku salah. (Bharada E) Ini kan Polisi Brimob, dan menjalankan perintah atasan," kata Deolipa.

"Tapi 'saya juga takut' kata dia kan, tapi ketakutan juga kalau saya tidak menembak (Brigadir J), saya yang ditembak. Kan gitu. Sama yang nyuruh nembak," kata Deolipa.

Deolipa juga mendengar curahan hati Bharada E. Dimana, saat menembak Brigadir J, Bharada E dengan perasaan takut dan memejamkan mata.

"Makanya dia sembari memejamkan mata, door..door..door. gitu aja," ungkap Deolipa menceritakan curhat Bharada E.

Deolipa pun menyadari bahwa perintah atasan di institusi Polri memang kadang susah untuk dibantah bahkan kerap menyerempet dengan pelanggaran hukum.

"Karena dia itu prajurit Brimob yang terbiasa perintah komando, tentu atas arahan komando tadi dijalankan," sambungnya.

Ia juga mendapat cerita dari Bharada E bahwa peristiwa penembakan Brigadir J terjadi di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta.

Peristiwa penembakan itu, kata Deolipa menceritakan ulang perkatakan ulang perkataan Bharada E, terjadi begitu cepat dan hanya beberapa menit.

"Kalau secara curhatnya dianya (Bharada E) begitu, beberapa menit saja itu kejadiannya. Secara curhat ya bukan projustisinya, karena dia curhat juga sama saya. Begitulah kira-kira, singkat saja," jelasnya.

(*)

Artikel sudah tayang di tribunnews.com

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved