MENOHOK Jawaban Adian Napitupulu untuk Fahri Hamzah, Singgung Rekam Jejak di Jalanan dan DPR

Pentolan aktivis 98 Adian Napitupulu memberikan respons menohok atas cuitan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah.

Editor: Juang Naibaho
HO / Tribun Medan
Adian Napitupulu dan Fahri Hamzah 

TRIBUN-MEDAN.com - Pentolan aktivis 98 Adian Napitupulu memberikan respons menohok atas cuitan Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah.

Diketahui, dalam cuitannya, Fahri Hamzah mengunggah foto dua mantan aktivis yang kini bernaung di PDIP yakni Adian Napitupulu dan Budiman Sudjatmiko.

Berikut cuitan Fahri Hamzah : "Pesanku pada generasi ku!: 1. Jangan biarkan kebebasan terancam. 2. Jangan biarkan rakyat sakit dan menderita. 3. Jangan biarkan penguasa menganiaya. 4. Jangan biarkan pengusaha mengatur Negara. 5. Jangan jadi corong penguasa! 6. Bantu dan lindungi mahasiswa dan oposisi!" cuit Fahri pada 7 Mei 2022.

Cuitan itu mendapat respons dari Adian Napitupulu yang kini duduk di Komisi VII DPR RI.

Awalnya, Adian mengucapkan terima kasih kepada Fahri Hamzah dan mempertanyakan kepada siapa cuitan itu dimaksudkan.

Berikut jawaban Adian Napitupulu :

Terima kasih untuk Fahri Hamzah yang telah memberi pesan pada generasinya. Saya tidak tahu pesan itu untuk semua yang segenerasi atau hanya untuk saya dan Budiman saja, karena foto yang ada dalam twitnya (7 Mei 2022 pkl 20.44 WIB ) hanya foto saya dan Budiman, bukan foto orang banyak.

Saya melihat pesan itu seperti mempertanyakan komitmen perjuangan, komitmen kerakyatan pada saya dan Budiman setelah 24 tahun Reformasi. Jika demikian, izinkan saya menjawab itu dengan sedikit berbagi cerita pada Fahri.

Saya ingat ketika saya dan kawan kawan tersisa yang masih di jalan tahun 1999, Fahri sudah menjadi Staff Ahli di MPR. Berikutnya tahun 2004 Fahri dilantik menjadi anggota DPR sementara saya dan kawan kawan masih dipukuli dan ditangkapi.

2008 Kantor Pengacara saya di-police line. Saya di kejar hingga jadi "gelandangan" berkeliling dari kota kota lalu jadi pengumpul Trolly di berbagai pusat belanja negara orang.

2010 saya dipukuli hingga babak belur oleh belasan Polisi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Fahri, kita beda pilihan, beda jalan dan yang saya pilih adalah jalan yang sulit, menyakitkan dan tidak menyenangkan, walau demikian toh saya tidak pernah usil mengkritik dan mempertanyakan pilihan politik masing masing orang, termasuk mengkritik Fahri saat itu sedang menikmati kursinya sebagai anggota DPR RI.

13 Maret 2007 DPR RI memutuskan agar penyidikan kasus Trisakti dan Semanggi tidak diteruskan. Saat itu bukankah Fahri yang mengaku aktivis 98 itu juga sudah menjadi anggota DPR dan berada di komisi III, komisi terkait Hukum dan HAM.

Saya kecewa tapi juga tak menghakimi Fahri walau sebagai pimpinan komisi III tentunya Fahri bisa berusaha melawan penghentian penyidikan itu bukan?

2014 saya baru terpilih menjadi anggota DPR sementara Fahri kembali terpilih yang ke-3 kalinya. Saat menuju pemilihan pimpinan DPR, Fahri bersama sebagian anggota DPR merubah UU MD 3 agar partai Pendukung Capres yang kalah bisa menguasai seluruh Pimpinan DPR saat itu.

Upaya itu berhasil dan membuat Fahri menjadi salah satu Pimpinan DPR. Sekali lagi saya kecewa, bagaimana mungkin Fahri yang mengaku aktivis 98 bisa menggunakan cara-cara yang bagi saya tidak mencerminkan cara berdemokrasi yang sehat, dewasa dan sportif.

Untuk kesekian kalinya saya mengelus dada melihat realitas politik di DPR.

Agustus 2015 Fahri mengatakan bahwa "anggota DPR rada-rada bloon". Pernyataan itu bukan saja menghina para anggota DPR tapi juga menghina partai yang menyeleksi calon bahkan lebih jauh menghina Rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang memilih nama nama itu di bilik suara.

Kembali saya kecewa pada Fahri yang mencela proses Demokrasi yang sudah memberi dia kesempatan menjadi anggota DPR 3 periode. Aneh, bagaimana mungkin
ada orang yang bisa mencaci maki prosesnya tapi hasil dari proses itu justru dia nikmati belasan tahun.

Selanjutnya saya tidak bicara tentang kerja formal DPR yaitu membuat UU, menyusun dan menetapkan Anggaran negara lalu mengawasi eksekutif terkait pelaksanaan UU dan Penggunaan Anggaran itu.

Saya ingin menyampaikan pada Fahri bahwa sumpah Jabatan DPR juga memperjuangkan aspirasi Rakyat dan aspirasi tersebut tidak diperjuangkan sekedar dalam kalimat UU maupun angka dalam APBN melainkan menggunakan kewenangan dan jejaring politik anggota DPR untuk melakukan pembelaan terhadap Rakyat yang dianiaya dan ditidak adillkan.

Dalam hal perjuangan kerakyatan itu, bolehkah saya bertanya di mana Fahri ketika saya dan Rakyat sejak 2015 memperjuangkan agar Berhektar-hektar tanah Cendana di kabupaten Bogor bisa dibagikan menjadi milik Rakyat.

Di mana Fahri ketika saya dan sebagian Rakyat Bogor, Cianjur, Sumedang, Bandung, Majalengka dan Cirebon hingga Semarang memperjuangkan hak atas tanahnya yang di lintasi jalur SUTET ?

Bolehkah saya bertanya pada Fahri dimana dia saat saya dan Dani Amrul Ichdan (Direksi Mind Id) bersama masyarakat Pongkor berjuang sesuai harapan Presiden Jokowi agar ribuan Rakyat bisa membentuk koperasi tambang dan menambang emas di Lahan Antam di Pongkor?

Dimana Fahri ketika saya dan Masyarakat Konawe Utara memperjuangkan 400 HA lahan Antam agar bisa di kelola oleh Perusahaan Daerah kabupaten Konawe Utara? Dimana Fahri ketika saya memperjuangkan 170 an-orang masyarakat Seram Bagian Barat yang telah lulus CPNS 10 tahun lalu tapi tidak pernah diangkat sebagai ASN ? Oh ya, Fahri, walau tidak memuaskan 100

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved