Minyak Goreng
EKSPOR Sudah Dilarang, Tapi Kondisi Minyak Goreng Belum Stabil, Pengamat Singgung Distributor
Jokowi mengatakan, sedianya pemerintah sudah mengupayakan berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan ini, namun ternyata belum efektif.
Tingginya harga dan sedikitnya stok minyak goreng di pasaran dikarenakan ada distributor minyak goreng yang nakal sehingga pasokan minyak goreng yang telah mencukupi dari produsen tidak dapat tersalurkan secara maksimal ke konsumen. Diduga ada distributor yang bermain sehingga pasokan yang diklaim mencukupi di level produsen tidak tersalurkan."
TRIBUN-MEDAN.COM - Presiden Joko Widodo mengaku prihatin dengan kelangkaan minyak goreng di Indonesia yang sudah terjadi 4 bulan belakangan. Sebabnya, RI merupakan negara produsen minyak sawit terbesar di dunia.
"Sebagai negara produsen minyak sawit terbesar di dunia, ironis kita malah mengalami kesulitan mendapatkan minyak goreng," kata Jokowi melalui tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (27/4/2022).
Jokowi mengatakan, sedianya pemerintah sudah mengupayakan berbagai kebijakan untuk mengatasi persoalan ini, namun ternyata belum efektif.
Oleh karenanya, larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng akan diterapkan mulai 28 April mendatang.
Jokowi mengatakan, larangan ekspor ini berlaku di seluruh wilayah Indonesia, termasuk dari kawasan berikat.
"Begitu kebutuhan dalam negeri sudah terpenuhi, tentu saya akan mencabut larangan ekspor," ujarnya.
Baca juga: PERINTAH Tegas Kepala Staf Angkatan Laut, Kini Dua Kapal Tanker Bawa Minyak Sawit Ditangkap TNI AL
Presiden mengakui bahwa larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng akan menimbulkan dampak negatif seperti mengurangi produksi dan tidak terserapnya hasil panen petani.
Namun, dia menegaskan, kebijakan ini bertujuan untuk menambah pasokan dalam negeri hingga jumlahnya melimpah.
Jika melihat kapasitas produksi, Jokowi yakin kebutuhan minyak goreng dalam negeri bisa dengan mudah tercukupi. Sebab, volume bahan baku minyak goreng yang diproduksi dan diekspor jauh lebih besar ketimbang kebutuhan dalam negeri.
Masih ada sisa kapasitas yang sangat besar jika semua pihak mau dan punya niat untuk memenuhi kebutuhan rakyat sebagai prioritas.
"Dengan mudah kebutuhan dalam negeri dapat dicukupi," ujarnya.
Jokowi pun meminta kesadaran industri minyak sawit untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Ia mengingatkan para pelaku usaha minyak sawit melihat persoalan kelangkaan minyak goreng ini dengan lebih baik dan jernih.
"Prioritaskan dulu dalam negeri, penuhi dulu kebutuhan rakyat," kata dia.
Jokowi menyadari bahwa negara perlu pajak, devisa, dan surplus neraca perdagangan dari ekspor bahan baku minyak dan minyak goreng. Namun, ia menegaskan, memenuhi kebutuhan pokok rakyat menjadi prioritas yang lebih penting.
"Saya ingin menegaskan bagi pemerintah kebutuhan pokok masyarakat adalah yang utama. Ini prioritas paling tinggi dalam pertimbangan pemerintah setiap membuat keputusan," kata kepala negara.
Wilmar Penyuplai Minyak Goreng Domestik Terbanyak
Baru-baru ini Kementerian Perdagangan menyebut salah satu syarat perizinan ekspor, perusahaan wajib memenuhi pasokan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) minyak goreng.
Kementerian Perdagangan mencatat terdapat lima perusahaan ekspor sawit yang menyetorkan DMO minyak goreng terbanyak pada periode 14 Februari - 8 Maret 2022.
Mereka yakni Wilmar Grup, Musim Mas, PT Smart, Asian Agri dan Permata Hijau. Namun, tiga dari lima perusahaan tersebut malah terseret kasus dugaan korupsi perizinan ekspor CPO.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat konferensi pers pada 9 Maret 2022 menyampaikan data lima perusahaan yang menyalurkan DMO minyak goreng terbanyak pada 14 Februari - 8 Maret 2022.
Grup Wilmar tercatat menyalurkan sebanyak 99,26 juta liter minyak goreng.
Selain Grup Wilmar, Muhammad Lutfi juga menyebutkan Musim Mas dan Permata Hijau telah menyalurkan DMO minyak goreng masing-masing sebanyak 65,32 juta liter dan 21,19 juta liter.
Pada periode tersebut, tercatat sebanyak 38 produsen minyak goreng telah menyalurkan 415,78 juta liter minyak goreng ke distributor. Artinya, ketiga perusahaan yang petingginya menjadi tersangka tersebut berkontribusi hingga 44,67 peresen dari total setoran DMO minyak goreng.
Informasi yang dihimpun, Manajemen PT Wilmar Nabati Indonesia pun menyatakan perusahaan mereka telah memenuhi ketentuan wajib pasokan ke pasar domestik atau domestic market obligation/DMO sebagai persyaratan perizinan ekspor CPO.
Diketahui, sesuai ketentuan Kementerian Perdagangan, perusahaan eksportir CPO untuk menyalurkan 20 persen dari volume ekspor ke pasar domestik dalam bentuk minyak goreng. Bila aturan ini tak dipenuhi, mereka tak berhak mendapatkan persetujuan ekspor.
Sayangnya, ketiga perusahaan penyuplai terbesar ke pasar domestik tersebut malah tersangkut hukum. Kejaksaan menduga mereka kongkalikong dengan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) untuk mendapatkan izin ekspor CPO.
Adapun Jaksa Agung Burhanuddin menjelaskan para tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan bekerja sama, agar penerbitan izin Persetujuan Ekspor (PE) CPO dapat keluar, tanpa perlu memenuhi syarat aturan pemerintah.
"Dengan kerja sama secara melawan hukum tersebut, akhirnya diterbitkan Persetujuan Ekspor yang tidak memenuhi syarat," kata Burhanuddin, Selasa (19/4/2022).
Menurutnya, syarat PE seharusnya tidak keluar karena ketiga perusahaan tidak mendistribusikan CPO dan minyak goreng ke dalam negeri sebagaimana kewajiban dalam DMO, yaitu 20 persen dari total ekspor perusahaan. Selain itu perusahaan tidak mendistribusikan minyak goreng sesuai dengan harga penjualan dalam negeri atau Domestik Price Obligation (DPO).
"Perbuatan para tersangka mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara, yaitu kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat," ujar Jaksa Agung.
Pengamat: Permainan Distributor
Hingga kini, Pemerintah telah mengupayakan banyak hal untuk menurunkan harga dan memperbanyak pasokan miyak goreng.
Namun, upaya-upaya tersebut nampaknya belum ada yang efektif.
Bahkan salah satu upaya pemerintah dengan menetapkan kebijakan Domestik Market Obligation (DMO) 30 persen kepada perusahaan sawit akibat harga crude palm oil (CPO) dunia yang naik.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi saat ini bukan disebabkan karena kurangnya pasokan CPO di dalam negeri akibat harga CPO yang naik.
Tapi, disebabkan pasokan CPO yang ada saat ini terbagi karena digunakan untuk kebutuhan biodisel dan minyak goreng. Sehingga pasokan CPO untuk minyak goreng tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri.
"Jadi masalah pasokan di dalam negeri itu kan rebutan B30 dengan minyak goreng. Akar masalahnya di situ. Kebijakan DMO 30 persen tidak menyelesaikan masalah," ujarnya Senin (14/3/2022).
Harga minyak goreng mahal dan langka, gara-gara ulah distributor nakal
Menurutnya, tingginya harga dan sedikitnya stok minyak goreng di pasaran dikarenakan ada distributor minyak goreng yang nakal sehingga pasokan minyak goreng yang telah mencukupi dari produsen tidak dapat tersalurkan secara maksimal ke konsumen.
"Ada distributor yang bermain sehingga pasokan yang diklaim mencukupi di level produsen tidak tersalurkan," kata dia dikutip dari Kompas.com.
Oleh karenanya, daripada memberlakukan DMO untuk perusahaan sawit, menurutnya, lebih baik pemerintah melakukan verifikasi data produksi minyak goreng dengan data penjualan distributor.
"Kalau ada ketidaksesuaian maka indikasi distributor yang bermain bisa dibuktikan," ucapnya.
Dia melanjutkan, pemerintah dapat melakukan pencocokan data dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan data negara tujuan ekspor untuk mencegah kebocoran pasokan minyak goreng ke luar negeri.
"Di situ bisa dilacak selisih volumenya karena menggunakan HS code yang sama," tutur dia.
(*/tribun-medan.com/kompas.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/medan/foto/bank/originals/Presiden-Jokowi-Temukan-minyak-goreng-kemasan-kosong-di-rak-sebuah-super-market.jpg)