Terkuak Alasan Polri Hentikan Kasus Korban Bunuh Pelaku Begal Setelah Ramai Demo dan Diperbincangkan

Akhirnya kasus korban bunuh dua pelaku begal akhirnya menemui titik terang. . .

Editor: Salomo Tarigan
KOMPAS.com Fitri R/Istimewa
Amaq Sinta (34), pria di Lombok Tengah, yang ditetapkan sebagai tersangka karena membunuh begal sebagai upaya membela diri. 

TRIBUN-MEDAN.com - Akhirnya kasus korban bunuh dua pelaku begal akhirnya menemui titik terang.

Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Irjen Pol Djoko Poerwanto menyatakan pihaknya telah menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait perkara Murtede alias Amaq Sinta yang menjadi korban begal tapi ditetapkan sebagai tersangka.

Baca juga: Pelanggaran Kode Etik Pimpinan KPK Jadi Sorotan, Ketua IM57+Institute Ungkap 4 Hal Krusial

Djoko Poerwanto menjelaskan, penyetopan proses hukum Amaq Sinta tersebut setelah dilakukannya proses gelar perkara yang dihadiri oleh jajaran Polda dan pakar hukum.

"Hasil gelar perkara disimpulkan peristiwa tersebut merupakan perbuatan pembelaan terpaksa sehingga tidak ditemukan adanya unsur perbuatan melawan hukum baik secara formil dan materiil," kata Djoko kepada wartawan, Sabtu (16/4/2022).

Menurut Djoko, keputusan dari gelar perkara tersebut berdasarkan peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, Pasal 30 tentang penyidikan tindak pidana bahwa penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.

"Peristiwa yang dilakukan oleh Amaq Sinta merupakan untuk membela diri sebagaimana Pasal 49 Ayat (1) KUHP soal pembelaan terpaksa," ujar Djoko.

Irjen Djoko Purwanto menyatakan Amaq Sinta dinyatakan hanya melakukan perbuatan pembelaan terpaksa oleh Polri.

Karena itu, tidak ditemukan adanya unsur pidana. 

Djoko menyatakan kesimpulan itu diambil setelah penyidkk melakukan gelar perkara bersama Polda dan pakar hukum. Hasilnya, pihaknya sepakat untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Menurut Djoko, keputusan dari gelar perkara tersebut berdasarkan peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, Pasal 30 tentang penyidikan tindak pidana bahwa penghentian penyidikan dapat dilakukan demi kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan.

 Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menekankan penghentian perkara tersebut dilakukan demi mengedepankan asas keadilan, kepastian dan terutama kemanfaatan hukum bagi masyarakat.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menekankan bahwa, penghentian perkara tersebut dilakukan demi mengedepankan asas keadilan, kepastian dan terutama kemanfaatan hukum bagi masyarakat.

"Dalam kasus ini, Polri mengedepankan asas proporsional, legalitas, akuntabilitas dan nesesitas," tutup Dedi.

Kasus korban membunuh 2 begal ini jadi sorotan publik

Kronologis Kejadian

Dalam konferensi pers tersebut, Wakapolres Lombok Tengah, Kompol I Ketut Tamiana menjelaskan kronologi kejadian pembegalan, hingga korban membunuh dua dari empat terduga pelaku.

Peristiwa bermula saat Murtade pergi ke Lombok Timur untuk mengantarkan nasi kepada ibunya.

Di tengah jalan, Murtade dipepet dua orang pelaku begal yang membawa senjata tajam.

Tidak lama kemudian, datang dua pelaku begal lain untuk membantu dua temannya membegal Murtade.

Namun, kedua pelaku ini memilih kabur, setelah melihat dua temannya tumbang di tangan Murtade yang juga membawa senjata tajam.

Dua korban tewas di lokasi adalah P (30) dan OWP (21), warga Desa Beleka Kecamatan Praya Timur, Loteng, diduga sebagai pelaku begal yang ingin merampas sepeda motor korban atau Murtade.

Dua terduga pelaku lainnya, yakni W dan H yang kabur setelah melihat P dan OWP tersungkur, telah ditangkap oleh pihak kepolisian dan ditetapkan sebagai tersangka pencurian dengan kekerasan.

Di lokasi ditemukan sepeda motor Honda Scopy milik korban, satu buah sabit dan pisau dengan panjang sekitar 35 cm.

Setelah kejadian, polisi menetapkan Murtade sebagai tersangka.

Ini lantaran korban saat kejadian juga membawa senjata tajam.

Murtade dinilai sudah melakukan perbuatan yang menghilangkan nyawa orang lain.

Warga lakukan demo

Penetapan Murtade sebagai tersangka dan penahanannya, membuat elemen masyarakat di Lombok Tengah meradang.

Pada Rabu (13/4/2022), warga dari berbagai aliansi berunjuk rasa di depan kantor Polres Lombok Tengah meminta Murtade dibebaskan.

Massa aksi meminta Polres Lombok Tengah memberikan keputusan 1 kali 24 jam terkait kasus Murtade.

Koordinator lapangan aksi bela Murtade, Nasrullah SH meminta Polres Lombok Tengah secepatnya memberikan keputusan terbaik.

Massa demo diterima oleh Kapolres Lombok Tengah AKBP Hery Indra Cahyono.

"Mewakili seluruh pendemo, seluruh aliansi aksi akan terus mengawal sampai Amaq Sinta mendapatkan keadilan," ucap Nasrullah.

Terkait tuntutan ini, Kapolres Lombok Tengah AKBP Hery Indra Cahyono menyampaikan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan kembali terkait kasus yang menimpa Murtade ini.

"Segala kemungkinan bisa terjadi. Bahkan terbitnya Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan (SP3) dapat dilakukan atas kasus Amaq Sinta ini," jelasnya.


Ditangguhkan Penahanan

Setelah demo aliansi warga, Polres Lombok Tengah mengeluarkan surat penangguhan penahanan terhadap Murtade.

Murtade dijemput Kades Ganti H Acih untuk kembali ke rumahnya di Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah.

Hery menjelaskan, penangguhan penahanan yang dilakukan hari ini merupakan upaya setelah dilakukan pemeriksaan saksi dan fakta yang ada.

Perlawanan yang dilakukan Murtade terhadap pelaku begal itu juga merupakan upaya bela diri korban kejahatan.
"Atau dalam bahasa hukum di kenal dengan istilah overmacht," kata Hery. 

(Tribunnews.com/Igman Ibrahim)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved