Berita Sumut

KASUS Keracunan Massal tak Jelas, WALHI Sumut Bakal Laporkan PT SMGP Madina Ke Komnas HAM

Walhi Sumut berencana melaporkan PT Sorik Marapi Geothermal Power ke Komnas HAM karena dianggap keberadaannya meresahkan

KASUS Keracunan Massal tak Jelas, WALHI Sumut Bakal Laporkan PT SMGP Madina Ke Komnas HAM

TRIBUN-MEDAN.COM,MEDAN - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumut bakal melaporkan PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) ke Komnas HAM. 

Hal itu diucapkan Direktur Eksekutif WALHI Sumut Doni Latuparisa saat jumpa pers melaporkan hasil investigasi terkait dampak buruk keberadaan PT SMGP kepada masyarakat Mandailing Natal (Madina) di Kecamatan Medan Selayang, Senin (11/4/2022).

"Kita akan bawa temuan ini ke Komnas HAM karena ada indikasi pelanggaran HAM. Selain itu juga akan melakukan advokasi pendanaan. Kita akan telusuri sumber pendanaan dari perusahan ini," katanya. 

Dia mengatakan, tujuan langka itu dilakukan sebagai upaya untuk menutup perusahan tersebut dan mengembalikan fungsi lahan yang diduduki perusahaan.

Doni menjelaskan, sejak tahun 2013 sampai saat ini, di sekitaran gunung Sorik Marapi sedang dilakukan proyek raksasa yang dikelola oleh PT SMGP/OTP Sorik Marapi, yaitu proyek pemanfaatan energi panas bumi. 

PT SMGP telah mendapatkan Izin dari Kementrian ESDM dengan luas WKP 62.900 Ha di 10 Kecamatan dan 138 Desa, Kabupaten Mandailing Natal. 

PT SMGP telah melakukan Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Desa Sibanggor Julu, Desa Sibonggar jae, Desa Sibonggar Tonga, Desa Huta Namale, Desa Huta Lombang, Desa Roburan Lombang dan Desa Sirambas. 

"Berdasarkan pengumpulan data di lapangan, wilayah Desa Sibanggor Julu ini sangat produktif dikelola oleh masyarakat untuk tanaman palawija," ujarnya.

"Hadirnya PT SMGP menggerus lahan masyarakat tersebut dan membawa permasalahan kepada masyarakat setidaknya sejak tahun 2014," tambahnya. 

Dikatakannya, tahun 2014 sempat terjadi gejolak penolakan dari masyarakat.

Warga tersebut tergabung dalam komunitas Mandailing Pemantauan. 

Sayangnya, ada yang dijadikan tersangka karena melakukan pengrusakan fasilitas.

Kala itu, penolakan yang digaungkan perihal izin usaha, konflik lahan, dan minimnya sosialisasi dampak lingkungan.

"Menurut penuturan warga terdapat 7 titik sumur yang beraktivitas di Desa Sibanggor Tonga dan 5 titik sumur berada di Desa Sibanggor Julu," ujarnya. 

Masyarakat Desa Sibanggor Julu juga menjelaskan bahwa selama mereka hidup dan berkehidupan selama ratusan tahun di desa tersebut masyarakat belum sekalipun pernah merasakan seperti yang mereka rasakan sejak hadirnya PT SMGP. 

Seperti mual, pusing, muntah-muntah, sakit tenggorakan, gangguan pernapasan, pingsan serta lainnya. 

Pihaknya juga menemukan bahwa pada tahun 2018, 2 orang anak pernah meninggal dunia tenggelam di tempat penampungan air milik perusahaan PT SMGP yang berkedalaman sekitar ± 8 meter karena tidak di tutup oleh perusahaan tersebut. 

Di tahun lalu, Senin, 25 januari 2021 kesalahan operasional ditandai bocornya gas beracun H2S dari sumur pengeboran di Welipad-T di Desa Sibanggor Julu menyebabkan setidaknya 44 orang harus dirawat darurat di rumah sakit Panyabungan. 

Serta menyebabkan 5 orang meninggal dunia akibat dari bocornya gas beracun yang dihasilkan oleh perusahaan. 

Pada Minggu 6 Maret 2022 kejadian serupa kembali terjadi. Sebanyak 58 orang masyarakat dilarikan ke rumah sakit akibat gejala keracunan yang mereka alami. 

Diketahui bahwa gejala keracunan yang dialami oleh masyarakat merupakan dampak dari adanya aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan.

"36 orang masyarakat dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah Panyabungan dan 22 orang masyarakat dilarikan ke Rumah Sakit Permata Madina," sebutnya. 

Menurut rekam medis dan pengakuan dari seorang perawat rumah sakit, korban yang dilarikan ke rumah sakit tersebut memiliki gejala keracunan.

Hal ini juga berkaitan dengan adanya aktivitas yang dilakukan oleh PT SMGP di hari yang sama.

Sayangnya, dugaan kasus keracunan massal ini tak jelas penanganannya. 

Selain itu, lanjut Doni, menurut penuturan yang disampaikan masyarakat bahwa kelalaian yang pihak perusahaan juga pernah terjadi pada tanggal 9 Februari 2022. 

Perusahaan pernah melakukan pengumuman kepada masyarakat untuk melakukan pembersihan di lokasi AAE-05. 

Dampak yang dirasakan oleh masyarakat juga sama seperti yang dirasakan pada 6 Maret 2022. 

Akan tetapi masyarakat mengatakan gejala yang dirasakan oleh masyarakat tidak separah seperti yang di rasakan pada 6 Maret 2022. 

Masyarakat melihat adanya lumpur yang keluar dari titik aktivitas perusahaan tersebut.

Akan tetapi perusahaan tidak menjelaskan jenis lumpur apa yang keluar dari titik aktivitas perusahaan tersebut. 

Selain itu, masyarakat juga mengatakan sejak kehadiran perusahaan di kampung mereka produktifitas hasil dari komoditas wilayah kelola masyarakat sangat jauh berkurang. 

Hal ini disebabkan karena meningkatnya suhu dan iklim yang ada di kampung mereka serta berkurangnya sumber penghidupan yang mereka miliki sejak hadirnya perusahaan. 

Melihat rentetan peristiwa yang terjadi di atas, WALHI Sumut meminta agar seluruh organisasi masyarakat sipil untuk menyuarakan tentang kasus kejahatan terhadap manusia dan lingkungan hidup yang dilakukan oleh PT SMGP.

"Kami juga minta ke Menteri ESDM agar menutup PT SMGP untuk mencegah terjadinya keberulangan peristiwa bencana Ekologi dan pelanggaran HAM yang terjadi," tutupnya. 

(cr8/tribun-medan.com) 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved