News Video

MENIKMATI UANG KORUPSI Rp 35 Miliar, Dua Mantan Pimpinan Bank Dituntut 14 Tahun Penjara, Pantaskah?

Didakwa korupsi Rp 35,1 miliar, Mantan pimpinan Bank Daerah Cabang Pembantu Galang Deliserdang Legiarto dan mantan wakil pimpinan Ramlan.

Editor: M.Andimaz Kahfi

MENIKMATI UANG KORUPSI Rp 35 Miliar, Dua Mantan Pimpinan Bank Dituntut 14 Tahun Penjara, Pantaskah?

TRIBUN-MEDAN.COM, MEDAN - Didakwa korupsi Rp 35,1 miliar, Mantan pimpinan Bank Daerah Cabang Pembantu Galang Deliserdang Legiarto dan mantan wakil pimpinan Ramlan, dituntut masing-masing 14 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Medan, Selasa (1/3/2022) malam.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ingan Malem Purba menilai, keduanya terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diancam dalam Pasal 2 ayat (1)  Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

"Meminta supaya Majelis Hakim menjatuhkan para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 14 tahun, denda Rp 750 juta, subsidair 6 bulan kurungan," kata JPU.

Sementara itu terdakwa lainnya yakni debitur bank, Salikin dituntut lebih tinggi yakni pidana 15 tahun penjara dengan denda serta subsidair yang sama.

Tidak hanya itu, Salikin juga dituntut membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara. 

Salikin dikenakan UP sebesar Rp 35.775.000.000 dikurangi dengan Rp 4,2 miliar yang telah dikembalikan kepada negara menjadi Rp 30.854.599.541,65.

"Dengan ketentuan, sebulan setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap, maka harta benda terpidana disita kemudian dilelang oleh JPU. 

Bila nantinya tidak mencukupi menutupi UP tersebut, maka diganti dengan pidana 7,5 tahun penjara," urai JPU Ingan Malem.

Usai tuntutan dibacakan, Majelis hakim diketuai Jarihat Simarmata menunda sidang pekan depan dengan agenda nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa maupun penasihat hukumnya (PH), 

Sebelumnya dalam dakwaan JPU menuturkan, bahwa sejak tahun 2006 terdakwa Salikin telah menjadi debitur pada di Bank Daerah Kantor Cabang Pembantu Galang, yang berdomisili di Desa Pulau Tagor Kecamatan Serba Jadi Kabupaten Serdang Begadai dengan memiliki usaha peternakan ayam, jual beli ayam pedaging/potong, grosir dan rumah makan serta pembangunan perumahan (developer).

"Lalu, pada tahun 2010 terdapat 2 Debitur Bank yaitu Suprapto dan Wan Harun Purba yang merupakan pengusaha ternak ayam, memiliki tunggakan kredit," urai Jaksa.

Sehingga, untuk upaya penyelamatan tunggakan kredit tersebut Legiarto selaku Pemimpin Bank tersebut menawarkan kepada Salikin, untuk mengambil alih kredit kedua nasabah tersebut dan melanjutkan pengelolaan usaha ternak ayam dengan cara pengambilalihan kredit (Take Over Kredit) dilakukan, tanpa balik nama yaitu kreditnya masih atas nama kedua nasabah yaitu Suprapto dan Wan Harun Purba namun angsurannya menjadi tanggung jawab Salikin untuk melunasinya.

"Pengambilalihan kredit tanpa balik nama tersebut, disetujui oleh Salikin, karena untuk membuka usaha ternak ayam yang baru membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga keuntungan yang diperoleh Salikin dari melanjutkan pengelolaan usaha ternak ayam yang sudah ada lebih besar dari kewajiban melunasi sisa kredit dan pengambilalihan kredit tersebut yang dilakukan Salikin berlanjut sampai dengan tahun 2012," beber Jaksa.

Namun pada tahun 2013, Salikin mengalami kesulitan dalam usaha ternak ayam dan usaha perumahan, sehingga ia tidak mampu membayar angsuran kredit-kredit yang menjadi tanggungjawabnya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Salikin dipanggil rapat di Kantor Bank tersebut dan Salikin mengusulkan, agar pembangunan Pasar Sajadah diambil alih oleh Bank Kantor Pusat di Medan dan memohon kredit program sebesar Rp 19 miliar.

Akan tetapi, usulan Salikin tersebut ditolak. Oleh Legiarto dan Agung Guliono diberikan solusi alternatif yakni agar Salikin meminjam kredit di Bank Daerah KCP Galang tersebut, dengan cara memakai nama orang lain dan menggunakan agunan yang sebahagian milik para debitur dan sebahagian lagi milik Salikin dan dana kredit yang dicairkan dipergunakan untuk menutupi angsuran kredit Salikin pada bulan sebelumnya.

"Sisanya Salikin pergunakan untuk menyelesaikan bangunan perumahan dan Pasar Sajadah," kata Jaksa

Selanjutnya, Salikin meyakinkan para calon Debitur untuk mau mengajukan kredit kepada Bank atas nama mereka, serta Salikin menjelaskan kepada para calon Debitur bahwa ia yang akan membayar angsuran kredit tersebut.

Sehingga dengan melihat krediblitas usaha Salikin, maka para calon Debitur merasa yakin lalu melengkapi dokumen persyaratan untuk pengajuan kredit lalu sebagian para calon Debitur menyerahkan dokumen persyaratan untuk pengajuan kredit, kepada Salikin dan sebagian lagi diserahkan kepada Terdakwa Ramlan di ruang kerjanya.

Selanjutnya, para calon debitur pun menandatangani seluruh dokumen pengajuan kredit, termasuk pembukaan rekening tabungan yang seharusnya dilakukan dihadapan customer service,  namun dilakukan di hadapan Terdakwa dan juga menandatangani dokumen pencairan termasuk slip pencairan yang sudah ditandatangani oleh para calon debitur.

Selanjutnya Legiarto menerbitkan dan menandatangani Surat Perintah Tugas kepada Ramlan dan Analis kredit untuk mengadakan taksasi agunan kredit ke lapangan, dan hasilnya dituangkan dalam bentuk nilai taksasi agunan yang ditandatangani oleh petugas taksasi dan diketahui oleh Legiarto selaku Pimpinan Cabang dan Terdakwa selaku Wakil Pimpinan Cabang.

Dikatakan Jaksa Bahwa Legiarto menyuruh Ramlan dan Tim Analisa kredit, agar pada saat melakukan survey kelapangan atas agunan permohonan kredit yang diajukan Salikin, dengan menggunakan nama-nama orang lain agar menyatakan agunan tersebut telah memenuhi persyaratan untuk dijadikan agunan kredit.

"Saat Tim Analisa Kredit melakukan tugasnya, yaitu peninjauan ke lapangan atau check on the spot (COS), tidak berjumpa dengan calon Debitur dan agunan yang diikat sebagai agunan juga tidak sesuai dengan dokumen kredit yang ada dan juga tidak sesuai dengan plafon," urai Jaksa.

Namun, meskipun tidak layak diberikan kredit, Legiarto dan Ramlan tetap memproses permohonan kredit para calon Debitur tersebut.

"Legiarto dan Ramlan mengintervensi proses analisa kredit yang dilakukan para Analis Kredit, sehingga proses analisa kredit tidak berpedoman pada ketentuan pemberian kredit yang berlaku pada Bank atau proses analisa kredit sama sekali tidak dilakukan," urai Jaksa.

Dikatakan Jaksa, selain pemberian tips kepada para Pejabat Bank Daerah tersebut, Salikin juga ada memberikan uang tips kepada para debitur yang ia gunakan namanya untuk pengajuan kredit yang besarannya bervariasi antara Rp 1 juta hingga Rp 2 juta dan Salikin berikan setelah kredit dicairkan.

Sejak tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 Salikin memperoleh sekitar 127 perjanjian kredit dengan total sekitar Rp 35.775.000.000. yang cicilannya dalam kondisi macet total sekitar Rp 31.692.690.986,65.

"Perbuatan Terdakwa Ramlan bersama-sama dengan Legiarto dan Salikin adalah merupakan perbuatan melawan hukum yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan perkreditan lainnya," beber Jaksa.

Dikatakan Jaksa, akibat perbuatan para terdakwa merugikan keuangan Negara sebesar Rp 35.153.000.000, berdasarkan laporan hasil Audit perhitungan kerugian keuangan Negara Tahun 2013-2015 yang dituangkan dalam surat Nomor : SR-20/PW02/5.1/202.

(cr21/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved