Kedai Tok Awang

Auman Singa Lapar, dan Ledakan Dinamit Itu

Denmark di Euro 2020 jadi perwujudan dari idiom-idiom pantang menyerah yang dengan berbusa-busa kerap dilontarkan oleh para motivator. Inggris juga.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
AFP Photo
PEMAIN Inggris Harry Maguire berteriak sebagai reaksi kemenangan atas Ukraina di babak Perempat Final Euro 2020 yang digelar di Roma, Italia, 3 Juli 2021. Inggris akan berhadapan dengan Denmark di babak semi final. 

PERJALANAN Euro 2020, kejuaraan yang tertunda satu tahun lantaran Covid-19 yang menjadi pandemi dan membuat seluruh dunia kacau balau, sebentar lagi sampai di titik akhir. Empat tim tersisa. Semi final, dengan formasi yang "hampir" ideal.

Iya, hampir [dalam tanda kutip], karena keempat tim yang akan berduel menuju puncak tidak semuanya diperkirakan dapat sampai di sini. Italia dan Spanyol, bolehlah. Meski dibandingkan Perancis atau Jerman atau Belgia, persentase peluang yang diulik-ulik dan dihitung-hitung oleh para peramal bola –baik kelas kakap maupun kelas teri – untuk mereka, sesungguhnya lebih rendah.

Pun Inggris, negara yang tiap kali ada kejuaraan besar sepak bola selalu menggaungkan kalimat 'Football Coming Home'. Saking seringnya, kalimat ini –seakan-akan– jatuh jadi semacam bentuk lain dari keputusasaan di satu sisi dan olok-olok di sisi yang lain. Inggrisnya yang 'coming home'; kalah, masuk kotak, lalu pulang kampung, sedangkan 'football-nya' terbang ke negara lain.

Inggris tidak terlalu diperhitungkan. Apalagi, sejak awal turnamen bergulir, Inggris terus didera masalah. Termasuk pilihan-pilihan pemain Gareth Southgate. Dari sekian banyak pemain bagus yang tersedia di Inggris, dia justru memasukkan empat pemain yang kondisi fisiknya tidak 100 persen bugar.

"Aku rasa Si Southgate ini peramal jugak, ya," kata Lek Tuman. Obrolannya dengan Jek Buntal dan Jontra Polta soal pandemi yang makin gawat di Indonesia dan bikin Presiden Jokowi memberlakukan kondisi darurat di Jawa dan Bali (Jek bertanya apakah status darurat ini juga akan diberlakukan di Medan), terputus karena Mak Idam memainkan lagu yang sudah lama tidak terdengar, 'Coming Home' dari band glam rock Cinderella.

I am coming home where your love can shine on me...

"Dimasukkannya pemain-pemain cedera. Banyak orang bilang ini blunder. Pemain-pemain ini enggak akan bisa main. Enggak akan sembuh. Kalok pun sembuh enggak maksimal. Eh, ternyata, salah. Dua dari empat pemain ini bahkan udah cetak gol. Jack Grealish, walau selalu masuk dari bangku cadangan, kontribusinya cukup paten. Cumak Si Rashford yang belum nampak mainnya."

Sangkot yang sedang mabar Mobile Legend dengan Sudung dan Ane Selwa, menyambung. "Betul, Pak Kep. Awak sekarang, kok, mulai percaya sama yang dibilang Mak Idam hari itu. Mungkin memang kayak Rowan Atkinson Si Southgate ini. Diam-diam jenius dia. Iya, kan, Mak?"

Mak Idam yang telah beralih ke 'Semalam di Malaysia' dari D'Lloyd, mengangguk-angguk. "Kan, udah kubilang sama kelen," katanya seraya menambahkan, Gareth Southgate punya motivasi besar untuk membawa Inggris jadi juara Piala Eropa untuk membayar utangnya 25 tahun lalu.

"Gara-gara tendangan penalti dia ditepis kiper Jerman, lah, Inggris tersingkir. Padahal itu peluang terbaik Inggris jadi juara lagi. Inggris sedang bagus-bagusnya, dan siapa pun lawan orang itu di final, entah Ceko entah Perancis, awak rasa Inggris tetap menang."

Dalam 'Anything Is Possible: Be Brave, Be Kind and Follow Your Dreams', buku yang ditulisnya, Southgate menyinggung perihal malam nahas itu. Dia menggunakan kalimat 'always going to heart'. Selalu sangat menyakitkan hati. Kenangan yang membuatnya terus menyesal dan menyesal. Kenapa bola ditendangnya ke arah itu? Kenapa tidak ke sisi yang lain? Kenapa tidak menyusur tanah? Kenapa tidak lebih keras? Kenapa, kenapa, dan kenapa yang lain.

Southgate merasakan trauma berkepanjangan. Maka ketika The FA; asosiasi sepak bola Inggris, menunjuknya sebagai pelatih, dia melihatnya sebagai harapan untuk memupus trauma itu.

"Kelen bayangkan, lah, dari tahun 1996 dia tersiksa kayak gitu. Makan minum tidur berak enggak enak. Sudah di atas trauma lagi namanya ini. Apa ocik bilang waktu itu namanya, Cik?" tanya Mak Idam.

"Trauma irama," sahut Mak Len dari meja seberang. Mak Len sedang menguji cita rasa menu terbaru racikannya, Broken Heart Noodle with Peanut and Chili Souce, yang oleh Sudung disederhanakan namanya menjadi Mi Gomak.

"Nah, itu. Trauma irama. Kalau Inggris bisa juara. Hilang pastinya trauma itu. Dan dia sekaligus akan dicatat sebagai pahlawan. From hero to zero. Yakin awak Ratu Inggris akan kasih dia gelar 'Sir'. Bobby Robson yang cumak bawa Inggris juara empat di Piala Dunia 1990 aja dapat gelar itu. Alex Ferguson juga dapat. Padahal dia orang Skotlandia."

PELATIH Tim Nasional Inggris Gareth Southgate memberikan apresiasi kepada pemainnya Harry Kane usai pertandingan kontra Ukraina yang dimenangkan Inggris 4-0 di babak Perempat Final Euro 2020.
PELATIH Tim Nasional Inggris Gareth Southgate memberikan apresiasi kepada pemainnya Harry Kane usai pertandingan kontra Ukraina yang dimenangkan Inggris 4-0 di babak Perempat Final Euro 2020. (AFP Photo)

"Tapi, Mak, jangan jauh kali dulu mamak bicara soal Inggris juara. Masih ada satu babak lagi. Bisa lewati Denmark aja, kan, belum tentu. Makin ngeri orang itu kutengok," kata Jek Buntal.

Denmark di Euro 2020 menjadi perwujudan dari idiom-idiom pantang menyerah yang dengan berbusa-busa kerap dilontarkan oleh para motivator. Mereka kehilangan pemain terpenting, nakhoda lini tengah; playmaker dan pengatur serangan, Christian Eriksen. Bukan kehilangan "sekadar" lantaran harus menepi akibat cedera atau semacamnya. Eriksen terkapar di lapangan saat Denmark menjalani laga pertama melawan Finlandia. Degup jantungnya berhenti dan membuatnya berada di ambang batas antara hidup dan mati.

Denmark kalah di pertandingan ini, lalu kalah lagi di pertandingan berikutnya, dan saat itu, bahkan suporter-suporter mereka sendiri pun barangkali sudah pesimistis. Meski mekanisme peringkat tiga terbaik, secara matematis, masih memungkinkan mereka lolos, tidak terlalu banyak yang tetap meyakini Denmark bisa melangkah ke babak 16 besar.

Nyatanya, Denmark bukan lolos dengan status peringkat tiga terbaik. Di laga terakhir itu mereka menghabisi Rusia 4-1, dan mendapatkan tiket peringkat kedua –di saat bersamaan Finlandia kalah 0-2 dari Belgia. Di perdelapan final dan perempat final, berturut-turut mereka menyingkirkan Wales dan Republik Ceko. Performa mereka makin mengkilap.

"Inggris memang kayak singa lapar sekarang, tapi harus diingat jugak, dinamit Denmark terus meledak. Mana yang kelen rasa lebih ngeri?" tanya Jontra Polta.

Kedai Tok Awang segera terbagi dua. Lek Tuman, Mak Idam, dan Sangkot memilih Inggris. Adapun Jek Buntal, Ane Selwa, Sudung, dan Tok Awang yang baru pulang dari berbelanja, lebih memilih Denmark.

PEMAIN Denmark merayakan kemengan yang mereka raih atas Republik Ceko di pertandingan babak Perempat Final Euro 2020 di Baku, Azerbaijan, 3 Juli 2021. Denmark akan menghadapi Inggris di babak semi final.
PEMAIN Denmark merayakan kemengan yang mereka raih atas Republik Ceko di pertandingan babak Perempat Final Euro 2020 di Baku, Azerbaijan, 3 Juli 2021. Denmark akan menghadapi Inggris di babak semi final. (AFP Photo)

"Saya jadi teringat Denmark di Piala Eropa 1992. Waktu itu, sebenarnya lolos pun mereka enggak. Gugur di kualifikasi," kata Tok Awang.

Tergabung di Grup 4, Denmark hanya sampai di peringkat dua. Mereka berselisih satu poin dari Yugoslavia (14 berbanding 13). Namun beberapa pekan sebelum kejuaraan dimulai, UEFA memutuskan mencoret Yugoslavia dari turnamen lantaran konflik internal di negara mereka.

Denmark lalu pergi ke Swedia dan bergabung di Grup 1 bersama Perancis, Inggris, dan tuan rumah. Tak dinyana, Denmark menggebrak. Dinamit mereka meledak. Setelah bermain imbang lawan Inggris dan kalah saat menghadapi Swedia, mereka memastikan lolos ke fase kedua setelah menekuk Perancis di pertandingan terakhir.

"Be te we, teringatnya, kenapa Tim Nasional Denmark ini disebut Dinamit?" tanya Sudung. "Aku udah coba searching dari tadi. Bukannya bola, yang muncul lagu BTS semua."

Lek Tuman tertawa. "Cobak, lah, kau ketikkan 'Dynamite', 'Alfred Nobel', di Google, pasti dapat. Denmark memang mengejutkan. Meledak-ledak. Padahal datang dari pintu belakang orang itu, eh, bisa pulak juara. Di final memang lawan Jerman. Nah, karena Piala Eropa tahun 1992 mainnya di Swedia, disamakan, lah, ledakan itu sama dinamit. Pencipta dinamit namanya Alfred Nobel. Dinamit ditemukan di Jerman, Si Alfred ini orang Swedia. Nah, kayak gitu, lah, kira-kira cocokologi-nya," ujar Lek Tuman memaparkan.

"Tapi kenapa enggak Swedia aja yang dikasih julukan ini, Pak Kep? Kan main orang itu mengejutkan jugak. Masuk semi final, kan?" tanya Ane Selwa. Lek Tuman mengangkat bahu. "Namanya jugak cocokologi, Ne. Sukak-sukak yang nyocok-nyocokkan, lah," katanya.

"Tapi ada yang betul-betul enggak awak sangka, Pak Kep. Terkejut awak terheran-heran, ternyata Sudung BTS Army jugak. Awak pikir selama ini dia fans berat trauma, eh, Rhoma Irama," sahut Mak Idam seraya meletupkan tawa.

Dari meja seberang Ocik Nensi berseru. "Jangan kau dengarkan cakap Si Idam itu, Dung. Maju terus. Tetap semangat! Tali rafia tali sepatu, kita BTS Army tetap bersatu." (t agus khaidir)

Pernah dimuat Harian Tribun Medan
Senin, 5 Juli 2021
Halaman 1

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved