Kedai Tok Awang

Jangan Cuma Menang di Laga tak Penting

Kemenangan-kemenangan Inggris lebih sering terjadi di babak-babak kualifikasi. Sebaliknya, Jerman banyak menang di laga putaran final.

Penulis: T. Agus Khaidir | Editor: T. Agus Khaidir
AFP PHOTO/ROBERT MICHAEL, LAURENCE GRIFFITHS
FOTO kombo pemain Tim Nasional Inggris, Harry Kane, dan pemain tim nasional Jerman, Thomas Mueller. Inggris dan Jerman akan berhadapan di Stadion Wembley, Selasa (29/6/2021) malam ini, pada babak perdelapan final (16 Besar) Euro 2020. 
  • Euro 2020
  • Inggris vs Jerman

INGGRIS dan Jerman dianggap sebagai satu di antara seteru paling sengit di lapangan sepak bola. Sekaligus terpanjang pula. Sejak laga pertama pada 10 Mei 1930 kedua negara telah berlaga 32 kali. Teranyar di Stadion Wembley, London, 10 November 2017.

Dari ke-32 pertandingan ini, Inggris menang 13 kali, Jerman menang 15 kali. Sisanya imbang. Termasuk di laga di Wembley tadi. Inggris terakhir kali menang pada 26 Maret 2016. Bermain di Olympiastadion, Berlin, pada laga bertajuk International Friendly, Inggris menang 3-2. Tertinggal lebih dulu setelah gawang Jack Butland dibobol Toni Kroos dan Mario Gomez, The Three Lion –julukan Tim Nasional Inggris– melesakkan tiga gol bertuntun lewat Harry Kane, Jamie Vardy, dan Eric Dier.

"Ah, Inggris ini cumak bisa menang sama Jerman di pertandingan persahabatan. Kalok pertandingan betulan banyak kalahnya," kata Leman Dogol.

Mak Idam yang bersama-sama Sudung sebenarnya tengah serius mengulik-ulik komposisi Sweet Child O’Mine dari Guns n’Roses langsung menimpali.

"Mamak jangan asal becakap, lah. Nanti dengar netizen hajab mamak. Bisa kenak bully mamak pagi sore siang malam, sampai makan tidur berak pun jadi tak enak," ujarnya.

Leman Dogol menggeleng kuat. "Apa pernah mamak ingat awak becakap bongak? Awak kalok tak fakta mana, lah, berani ngomong."

Meski sudah bertanding sejak 1930, laga pertama Inggris dan Jerman di kejuaraan resmi (tercatat dalam kalender FIFA) baru terjadi pada final Piala Dunia 1966. Laga legendaris yang barangkali akan dikenang untuk waktu yang lebih lama. Inggris menang 4-2, tetapi Jerman; orang-orang Jerman, sampai sekarang tak mengakuinya. Mereka menyebutnya sebagai kekalahan dengan skor 2-2. Iya, skor memang masih imbang tatkala tendangan keras Geoff Hurst yang menerpa tiang gawang sebelah atas Jerman dan memantul ke tanah itu dinyatakan gol oleh wasit.

Setelahnya kedua tim berlawanan lagi dalam sepuluh laga resmi. Hasilnya? Jerman menang enam kali, Inggris menang empat kali, sisanya seri. Bukankah tidak terlalu jomplang? Betul, tapi perlu digarisbawahi pula bahwa kemenangan-kemenangan Inggris lebih sering terjadi di babak-babak kualifikasi. Sebaliknya, Jerman banyak menang di laga putaran final.

Jerman menang di babak 16 besar Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Uniknya, ini seperti jadi semacam "balasan" atas sakit hati Jerman di tahun 1966 tadi. Sebuah deja vu yang terbalik, sebab kali ini, justru bola pantul dari Inggris yang dinyatakan tidak masuk. Padahal tak tanggung-tanggung, dalam rekaman video yang diperlambat, jelas tampak bola tendangan Frank Lampard itu telah melewati garis gawang hampir satu meter.

Dua lainnya adalah kisah tragis. Dan dua-duanya melibatkan seorang pemain yang jarang dilahirkan di Inggris; seorang pemain yang lantaran cara bermainnya, tekniknya, disebut "lebih pantas" dilahirkan di Amerika Selatan: Paul Gascoigne. Dan dua-duanya, adalah kekalahan lewat mekanisme yang juga "terlanjur" diyakini –oleh orang-orang Inggris sendiri– sebagai nasib buruk. Adu penalti!

Pertama tahun 1990, di Italia. Semifinal. Setelah bermain 1-1 di waktu normal dan perpanjangan waktu, Inggris dan Jerman memulai babak adu eksekusi. Stuart Pearce dan Chris Waddle, penendang keempat dan kelima, gagal.

"Ingatku waktu itu Gascoigne menangis. Sampek sesengukan kayak-kayak anak kecil gitu. Lucu, lah, nengoknya, karena mukak kawan itu memang lucu, tapi, ya, sedih jugak,” kata Lek Tuman.

"Kalok aku enggak salah, dia nangis pas kenak kartu kuning, ya, Pak Kep?” tanya Sudung, yang langsung diamini Lek Tuman. "Iya, betul. Kenak kartunya pas di perpanjangan waktu. Mungkin dipikirnya karena kartu itu dia jadi enggak bisa main kalok Inggris masuk final. Ternyata, ya, memang nggak jadi masuk. Jerman yang masuk, lawan Argentina. Nangis lagi dia pas habis pertandingan."

Pemain Tim Nasional Inggris Paul Gascoigne memberi salam kepada penonton usai laga Inggris melawan Jerman di Piala Dunia 1990, Italia.
Pemain Tim Nasional Inggris Paul Gascoigne memberi salam kepada penonton usai laga Inggris melawan Jerman di Piala Dunia 1990, Italia. (FIFA.com)

Air mata Gascoigne, kelak, juga melahirkan satu kalimat yang terkenal dari Gary Lineker. Sepak bola adalah permainan sederhana, kata Lineker. Ada dua puluh dua laki-laki mengejar bola di lapangan selama 90 menit, dan pada akhirnya, Jerman selalu menang.

Enam tahun kemudian, setelah melewati masa-masa yang sulit karena cedera, Gascoigne kembali ke Tim Nasional Inggris untuk membantu kampanye Football’s Coming Home; sepak bola kembali ke “rumah”, dalam gelaran prestisius, Piala Eropa. Gascoigne, meski tidak dengan ban kapten di lengannya, memimpin pasukan generasi emas. Mereka mulus di babak penyisihan grup dan lolos dari perempat final untuk kembali bertemu Jerman di fase empat besar.

Skor 1-1 di waktu normal. Gol cepat Alan Shearer dibalas Stefan Kuntz, dan ternyata memang tidak ada gol lagi sampai wasit meniup pluit tanda waktu tambahan 2x15 berakhir. Penalti lagi, dan Inggris gagal lagi.

"Empat pemain Inggris dan empat pemain Jerman semuanya bisa cetak gol. Termasuk Gascoigne. Tapi penendang terakhir Inggris, Gareth Southgate gagal. Sepakannya bisa ditepis kiper Jerman, Kopke," kata Zainuddin menyambung. Obrolannya dengan Wak Razoki, Pak Udo, dan Jontra Polta perihal Cristiano Ronaldo dan kemungkinan "kutukan" CocaCola, tak berlanjut setelah Ocik Nensi –dengan perpaduan gaya bicara Aldi Taher dan Lord Rangga– menyebut mereka semua lebay.

"Dan Southgate akan kembali ketemu Jerman. Kira-kira bisa nggak dia balas dendam? Atau mungkin enggak dendam, lah. Trauma kayaknya lebih pas. Kalok kayak gitu pastilah payah tidur dia," ujar Sudung pula.

"Makjang, dari tahun 1996 sampai sekarang payah tidur?" sergah Ocik Nensi. "Bagus-bagus, lah, kau, Dung. Kalok betul itu udah bukan trauma lagi namanya. Udah di atasnya lagi. Trauma Irama."

Laga Inggris versus Jerman edisi 33 bakal digelar di London, di stadion yang menjadi ukuran marwah bagi Inggris, Wembley. Walau tak penuh, pintu juga akan dibuka bagi penonton. Namun berkaca dari laga-laga terdahulu, pada Inggris melawan Jerman, tuan rumah tidak pernah menjadi faktor yang benar-benar penting. Kemenangan bisa mereka raih di mana pun laga digelar.

Maka memang tiada hal yang lebih penting untuk disiapkan Southgate maupun Joachim Low selain strategi. Racikan siapa yang paling tepat, paling pas, paling efektif untuk menaklukkan lawan.

FOTO kombo pelatih Tim Nasional Inggris, Gareth Southgate, dan pelatih Tim Nasional Jerman, Joachim Loew.
FOTO kombo pelatih Tim Nasional Inggris, Gareth Southgate, dan pelatih Tim Nasional Jerman, Joachim Loew. (AFP PHOTO/FRANCK FIFE, LAURENCE GRIFFITHS)

Jerman lolos dari Grup F dengan tidak terlalu meyakinkan. Mereka bahkan hampir saja gagal lolos. Apabila bola lesakan Leon Goretzka meleset dari gawang Hongaria dalam upayanya menggebrak di menit 84 itu, Jerman akan keluar kompetisi sebagai juru kunci. Der Panzer –julukan Tim Nasional Jerman– sebelumnya memang menang telak 4-2 dari Portugal, tetapi patut dicatat pula bahwa mereka baru bisa leluasa bergerak setelah Portugal melakukan dua bunuh diri beruntun dalam tempo lima menit. Dengan kata lain, ada campur tangan “keberuntungan” di sana.

Kemandekan Jerman kelihatan benar di laga kontra Perancis. Sekadar oper sana oper sini, atraksi demi atraksi tanpa penetrasi yang jelas arahnya.

"Ini ujian lanjutan untuk Low. Apa dia masih punya siasat jitu atau enggak. Apa setelah sekian lama melatih dia masih punya strategi simpanan. Pas lawan Perancis itu nampak kali dia bingung mau bikin apa. Putar sana putar sini. Ganti pemain, tetap enggak jelas. Lawan Portugal gitu jugak. Untunglah ada bunuh diri. Bahkan lawan Hongaria pun megap-megap. Kalok Southgate bisa lebih cerdik, Inggris menang,” kata Leman Dogol.

LINE up laga Inggris versus Jerman di babak 16 Besar Euro 2020
LINE up laga Inggris versus Jerman di babak 16 Besar Euro 2020 (tribunnews)

Mak Idam, sembari memainkan nada-nada komposisi Gerimis Mengundang dari Slam, tertawa ngakak. "Justru di sinilah letak masalahnya, Mak," ujarnya di sela tawa. "Sejak kapan Inggris punya pelatih yang cerdik?"

"O, iya, pulak, ya. Jadi itu sebab makanya tak juara-juara orang itu, ya. Baru sadar aku," ucap Sudung menyahut.

Tawa Mak Idam makin keras.(t agus khaidir)

Pernah dimuat Harian Tribun Medan
Selasa, 29 Juni 2021
Halaman 1

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved