Ramadhan 2020

Pertahankan Tradisi Sejak 1930, Masjid Jamik Silalas Bagikan Bubur Sop Khas Melayu

Tradisi bubur ini sudah berlangsung kurang lebih tiga generasi sejak tahun 1930-an.

Editor: Juang Naibaho
Tribun-Medan.com/Rechtin Hani Ritonga
Bubur sop khas Melayu yang dibagikan secara gratis kepada warga dan musafir yang singgah ke Masjid Jamik Silalas. Di masa pandemi, kegiatan makan bubur bersama di masjid ditiadakan, kecuali bagi nazir dan pengurus masjid ataupun musafir yang sedang berada dalam perjalanan. 

TRI BUN-MEDAN.com, MEDAN - Masjid Jamik yang terletak di Jalan Sei Deli, Kelurahan Silalas, Kecamatan Medan Barat Kota Medan memiliki kegiatan yang sudah menjadi tradisi menahun, yakni membuat bubur sop khas melayu.

Tradisi bubur ini sudah berlangsung kurang lebih tiga generasi sejak tahun 1930-an.

Seorang pengurus masjid, Muhammad Nasir mengatakan bahwa menyantap bubur bersama sudah menjadi tradisi di Masjid Jamik.

Perbedaannya saat pandemi ini adalah bubur hanya dibagikan untuk masyarakat dalam mangkuk yang telah disediakan masjid.

"Kalau tahun-tahun sebelumnya biasanya warga bawa tempat sendiri dan banyak juga yang makan di sini, tapi sekarang karena covid-19 ini jadi kita hanya membagikan saja," kata Nasir, Minggu (17/5/2020).

Sejak selesai Salat Ashar, tampak beberapa warga datang untuk mengambil jatah bubur di areal masjid. Nasir mengatakan bahwa terdapat pengurangan jumlah bubur yang dimasak yang biasanya sampai 400 porsi, kali ini karena wabah covid-19 jumlah bubur dikurangi menjadi 200 porsi.

"Biasanya kita buat itu sampai 400 an mangkuk, tapi karena ini sedang pandemi jadi kita kurangi," katanya.

Nasir mengatakan bahwa bubur ini juga merupakan sedekah dari para donatur Masjid Jamik Silalas kepada masyarakat yang rutin dilakukan.

"Memang di masjid ini ada banyak donaturnya, jadi setiap Ramadan selalu ada pasokan untuk membuat bubur ini," ujarnya.

Terpisah, Deni, juru masak bubur yang merupakan keturunan ke tiga mengatakan bubur ini merupakan bubur khas yang memang sudah menjadi tradisi di masjid ini. Bubur dimasak dengan campuran sop lembu dan disantap bersamaan dengan anyang.

"Ini kan tradisi orang Melayu, biasanya memang para raja dulu makanannya itu bubur. Cuma bedanya dulu itu Kesultanan sering makan bubur pedas, tapi karena banyak tidak sesuai lidahnya dengan bubur pedas jadi dirubah jadi bubur sop ini oleh masyarakat seiring berjalannya waktu," kata Deni.

Ia pun mengatakan bahwa bubur sop yang dibagikan masjid Jamik Silalas ini dimasak sejak pagi. Ada perlakuan khusus untuk beras yang digunakan seperti harus direndam terlebih dahulu agar tekstur bubur lebih lembut merata.

"Kita sudah masak dari pagi, di rumah saya masaknya enggak jauh dari masjid. Karena dia berasnya itu harus direndam terlebih dahulu," ujarnya.

Seorang warga yang turut mengambil bubur di areal masjid, Rina mengungkapkan bahwa dirinya memang sudah sering mengambil bubur selama bulan Ramadan di Masjid Jamik. Alasannya adalah karena bubur ini memiliki rasa yang khas.

"Memang sudah sering ambil, suka sama rasanya dan ada yang kurang aja kalau enggak makan bubur pas puasa, karena ada nya kan hanya pas saat Ramadan," kata Rina.

Dikatakannya, biasanya sebelum dampak pandemi, tidak butuh waktu lama bubur yang dibagikan akan habis. Namun karena pandemi jumlah yang mengambil bubur sedikit berkurang.

"Enggak tahu ya mungkin karena hujan dan karena pandemi ini juga jadi orang sudah jarang ke masjid. Biasanya jam segini sudah habis buburnya," tuturnya.

(cr14/tribun-medan.com)

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved