Termasuk Heritage Medan

TRIBUN-MEDAN.com - RUMAH dinas wali kota Medan bukan hanya sebagai rumah tinggal, namun juga sebagai heritage. Rumah peninggalan sejarah yang perlu dilestarikan. Kita sebagai warga masyarakat tidak keberatan kalau rumah tersebut dipelihara untuk direnovasi sehingga terjaga kelestariannya.

Kalau terkait anggarannya tersebut kan sudah melalui tahap yang panjang untuk dapat disetujui. Namun jika menyangkut jumlahnya saya kira itu relatif, ada yang setuju, namun di sisi lain ada yang tidak setuju.

Yang perlu menjadi catatan yang perlu menjadi entry point renovasi tersebut agar tidak boleh mengubah konstruksi dasar rumah peninggalan tersebut.

Renovasi rumah dinas wali kota yang bersamaan dengan momen kenaikan BBM itu sebenarnya tidak ada kaitannya, karena pembahasan pengalokasian anggaran rumah dinas sudah dilakukan sejak tahun lalu, dimana isu kenaikan BBM belum begitu santer terdengar. BBM naik kan baru santer terdengar sejak dua bulan belakangan ini.

Kendati demikian yang perlu saat ini adalah pengawasan bagaimana pelaksanaan renovasi rumah dinas tersebut. Mulai dari pengadaan bahan-bahan renovasi hingga tahap pelaksana siapa yang mejalankan tender renovasi itu.

Di satu sisi memang alokasi renovasi rumah yang berkisar Rp 2,55 miliar tersebut lebih besar dibandingkan biaya pendidikan berupa beasiswa kepada masyarakat miskin di Kota Medan yang hanya sebesar Rp 850 juta.

Namun biaya pendidikan kan sudah banyak dibantu oleh pemerintah pusat melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun Dana Alokasi Umum (DAU) seperti penyaluran dana Bantuan Opersional Sekolah (BOS). Anggaran beasiswa itu lah yang harus kita pertanyakan bagaimana skema penyalurannya karena biaya pendidikan sudah banyak dibantu oleh pusat.

Saya kira rumah seorang wali kota haruslah memenuhi unsur representatif agar bisa ditinggali, karena Kota Medan kan termasuk sebagai kota yang terbesar ketiga di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 2,7 juta jiwa. (riz)